Langsung ke konten utama

Perkembangan Batik Dari Masa Ke Masa

PERKEMBANGAN BATIK DARI MASA KE MASA

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batik merupakan hasil budaya masyarakat Indonesia dan menjadi salah satu kekayaan Nusantara. Batik adalah sebuah hasil karya manusia yang berupa kerajinan bernilai seni tinggi.Pada dasarnya batik merupakan bahan kain yang erat hubungannya dengan nilai budaya masyarakat yang merupakan hasil budaya dari masyarakat. Pada masa lampau pembuatan batik dijadikan sebagai mata pencaharian oleh perempuan Jawa. Desa Sidomukti merupakan salah satu desa yang mempunyai potensi akan batik pada tahun 1970an. Batik yang diproduksi adalah batik klasik yang biasa digunakan oleh keluarga keraton.
Batik klasik merupakan sebuah kain yang diproses menggunakan canting dan malam dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Namun proses tersebutlah yang menjadikan batik ini mempunyai nilai dan harga jual yang tinggi. Mengemukakan Batik adalah suatu kegiatan yang berawal dari menggambar suatu bentuk misalnya ragam hias di sehelai kain dengan menggunakan lilin batik (malam), kemudian diteruskan dengan pemberian makna.Menurut pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap batik yang dibuat mempunyai motif yang cantik dan bermakna.
Motif dari satu daerah dengan daerah lainpun mempunyai karakteristik yang berbeda. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari Wulandari (2011: 9) bahwa corak dan motif batik tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur yang melekat dari wilayah asal pembuatannya. Sebuah motif batik pada awalnya menunjukkan sebuah status sosial di dalam masyarakat Jawa.
Penggunaannya didasarkan pada status sang pengguna seperti motif yang berbeda dari batik klasik yang digunakan oleh anggota keraton berbeda dengan batik yang dikenakan oleh masyarakat biasa. Namun, pada perkembangannya pemakaian batik mengalami perubahan dari pemakaian berdasarkan aturan-aturan menjadi pemakaian secara bebas.
Seringkali masyarakat kurang paham terkait batik. Banyak yang menganggap bahwa kain yang bermotif batik adalah kain batik. Batik berasal dari ‘amba’ (Jawa), yang artinya menulis dan ‘nitik’. Kata batik merujuk pada teknik pembuatan corak menggunakan canting atau cap dan pencelupan kain, dengan menggunakan bahan perintang warna corak, bernama ‘malam’ (lilin) yang diaplikasikan di atas kain. Sehingga menahan masuknya bahan pewarna.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa batik merupakan sebuah kain yang memiliki ragam corak yang diproses dengan “malam” dengan menggunakan canting. Sedangkan, pengertian batik dari cara pembuatannya adalah bahan kain yang dibuat dengan cara dua cara yaitu bahan kain yang diwarna dengan menggunakan malam dan bahan kain yang diwarna dengan menggunakan motif-motif tertentu yang sudah lazim.
Dari segi kain yang digunakan batik berbeda dengan kain yang bermotif batik.Kain mori merupakan kain yang dapat digunakan dalam membatik. Ketika menggunakan teknik tulis maka kain yang dapat digunakan adalah kain yang mempunyai serat alami. Maka dari itu perlu ditekankan bahwa kain biasa yang bermotif batik tidak disebut sebagai batik. Hal tersebut dikarenakan proses pembuatannya adalah melalui teknologi berupa komputer sehingga motif yang ada di dalamnya adalah hasil printing dari komputer saja.
Berangkat dari kerancuan yang terjadi pada pemahaman masyarakat maka perlunya sebuah kajian terkait keberadaan batik sebagai hasil karya seni yang bernilai tinggi. Seperti batik pring yang berasal dari Desa Sidomukti yang memiliki keindahan tinggi dan menjadi primadona di hati masyarakat Magetan.
Dalam pembuatannya batik Pring memupunyai makna tertentu yang dapat jadikan sebuah pembelajaran pada masyarakat. Ditambah lagi pengetahuan akan proses berdiri dan berkembangnya industri batik ini dianggap perlu agar masyarakat mengetahui sejarah dibalik pendirian kembali industri nenek moyang dari Desa Sidomukti.

1.2 Rumusan Masalah
Industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan. Industri juga diartikan sebagai segala aktivitas manusia di bidang ekonomi yang produktif dalam proses pengolahan bahan dasar menjadi barang yang bernilai daripada bahan dasarnya untuk dijual. Terdapat kondisi-kondisi pokok yang menentukan perkembangan usaha industri kecil di daerah pedesaan, yaitu:
1.           Ketidakseimbangan antara sektor tradisional dan sektor modern. Industri batik yang terdapat di Desa Sidomukti mengalami kepunahan sekitar tahun 1970 dikarenakan kalah bersaing dengan industri lain seperti industri makanan, bambu dan kulit. Industri tersebut memiliki peminat yang lebih banyak dibandingkan dengan peminat batik.
2.            Pengaruh kondisi setempat. Kondisi setempat memberikan pengaruh pada perkembangan dari sebuah industri. Desa Sidomukti mempunyai banyak tumbuhan bambuyang dapat dimanfaatkan untuk membuat kerajinan anyaman. Desa Sidomukti mempunyai potensi dalam bidang pertanian. Masyarakat lebih memilih mengembangkan industri anyaman dan pertanian dibandingkan dengan industri batik dikarenakan lebih menjanjikan.
          Tata ekonomi dan kebijaksanaan pemerintah di sektor perindustrian. Pemerintah Kabupaten Magetan lebih menekankan pada industri kulit, makanan ringan dan pariwisata. Industri Batik Pring kurang diperhatikan sehingga mengalami kepunahan dikarenakan kalah bersaing dengan industri lainnya.
Industri kecil di Indonesia digolongkan berdasarkan eksistensinya ke dalam tiga kategori yaitu industri lokal, industri sentral, dan industri mandiri, yang dapat dijabarkan sebagai berikut ini:
Industri lokal adalah kelompok jenis industri yang menggantungkan hidupnya pada pasar setempat yang terbatas, serta dari segi lokasinya. Target pemasarannya terbatas dan hal tersebut dikarenakan oleh penggunaan sarana yang sederhana juga.
Industri sentra adalah kelompok jenis industri yang dari segi jenis satuan usahanya mempunyai skala kecil tetapi mengelompok pada kawasan produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis. Ditinjau dari segi pemasarannya kelompok industri ini umumnya menjangkau pasar yang lebih luas dari pada jenis industri lokal, sehingga peranan pedagang perantara atau pedagang pengumpul menjadi cukup menonjol.
Industri Mandiri dapat dideskripsikan sebagai kelompok jenis usaha yang mempunyai sifat-sifat sebagai industri kecil, namun mempunyai kemampuan adaptasi teknologi yang lebih baik. Pemasaran dari industri ini tidak tergantung pada peranan pedagang perantara. Memang jika dikelompokkan pada industri kecil, industri mandiri ini lebih jika dibandingkan dengan industri kecil lainnya, karena kemampuan dari industri mandiri ini melebihi dua industri kecil lainnya. Faktor perekrutan tenaga kerjalah yang membuat industri mandiri tergolong pada industri kecil.
Batik merupakan bahan kain yang erat hubungannya dengan nilai budaya masyarakat yang merupakan hasil budaya dari masyarakat. Menurut Hamidin (2010: 7) menyatakan bahwa : Batik berasal dari ‘amba’ (Jawa), yang artinya menulis dan ‘nitik’.Kata batik merujuk pada teknik pembuatan corak menggunakan canting atau cap dan pencelupan kain, dengan menggunakan bahan perintang warna corak, bernama ‘malam’ (lilin) yang diaplikasikan di atas kain. Sehingga menahan masuknya bahan pewarna.
Terdapat pembagian batik berdasarkan zamannya yaitu zaman Majapahit dan Islam, yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Batik Zaman Majapahit
Batik mempunyai hubungan erat dengan Kerajaan Majapahit.Keberadaan Majapahit sebagai kerajaan besar, dan makmur ini pernah mengalami kejayaan selama beberapa abad dan membuat tradisi serta kebudayaan yang mengakar kuat di nusantara termasuk seni Batik. Batik asli Majapahit dinamakan dengan Batik Kalebret yang mempunyai warna dasar putih dan warna coklat muda serta biru tua hampir sama dengan batik yang berada di Yogyakarta.

2. Batik Zaman Islam
Batik pada zaman Islam erat kaitannya dengan daerah Ponorogo.Awal mula dikenalnya batik di Ponorogo adalah berkat kedatangan dari Putri Keraton Solo yang merupakan istri dari Kyai Hasan Basri ke daerah Ponorogo dengan menggunakan batik sebagai pakaiannya. Banyak dari keluarga kerajaan yang memutuskan belajar di pesantren dengan menggunakan batik yang secara tidak langsung menyebabkan batik dikenal di Ponorogo, bahkan juga mengalami perkembangan. Para pemuda yang sudah lulus dari pesantren kemudian menyumbangkan ilmu bagaimana cara membuat batik kepada masyarakat. Batik Ponorogo dikenal dengan batik kasarnya yaitu batik cap mori biru dengan menggunakan teknik tradisional yaitu batik tulis. Pada era sekarang teknik pembuatan batik kemudian berkembang. Terdapat beberapa jenis batik di Indonesia jika dilihat dari segi teknik pembuatannya yaitu, batik tulis, cap, cap tulis, dan print, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 
  • Batik Tulis 
Pada awalnya para pengarajin membuat batik dengan cara tulis dengan menggunakan tangan. Pembuatan batik dengan teknik ini membutuhkan waktu yang lama dengan menggunakan pelekatan lilin dan canting tulis untuk menjaga kualitas dan membuat harganya lebih mahal dibandingkan dengan batik yang dibuat dengan teknik lainnya. 
  • Batik Cap 
Batik cap memiliki kualitas yang jauh berbeda dengan batik tulis karena tingkat kesulitan dan waktu pengerjaan relatif singkat dibandingkan dengan batik tulis. Batik cap digunakan pada pemesanan yang bersifat masal dalam artian diproduksi dalam jumlah banyak. 
  • Batik Cap Tulis 
Cara pembuatan batik ini adalah menggabungkan dua teknik membatik. Batik dibuat dengan cara dicetak, setelah jadi batik ini disempurnakan dengan teknik tulis.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
  • Untuk mendeskripsikan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam mengembangkan industri batik yang menggunakan alat canggih tanpa melupakan ciri khas batik tersebut.
  • Untuk mengenalkan batik ke masyarakat luas, tidak hanya di dalam negeri tapi di luar negeri.
  • Untuk melestarikan salah satu budaya dari Indonesia yang sejak zaman nenek moyang kita dulu.

PEMBAHASAN
Batik, memilik sejarah yang sangat amat panjang di Indonesia. Dari tahun ke tahun, tentu saja batik mengalami beberapa perkembangan dan perubahan. Baik hal itu positif, maupun negatif. Batik pun mulai mengalami modernisasi, atau bertambah modern. Tahun ke tahun berjalan dengan sangat cepat, tak membuat batik kalah saing dari lawan-lawannya. Batik tetap ada, ia tidak punah. Justru sebaliknya, Indonesia malah sangat serius dalam mempertahankan batik ini. Ditambah dengan adanya teknologi-teknologi yang semakin maju dan menguntungkan dan bisa digunakan untuk melestarikan batik.
Sekilas, tidak masuk akal dalam menggabungkan ke-tradisional-an batik dengan teknologi-teknologi masa kini. Namun siapa yang menyangka, jika gabungan seni dan sains justru malah mengharumkan nama Indonesia dan batik itu sendiri. Bahkan batik mulai menembus pasar internasional.
Batik tidak hanya kaya akan filosofi. Batik juga kaya akan penghitungan matematika. Semua motif batik pasti mengandung unsur ini. Tampaknya nenek moyang kita telah meninggalkan jejak matematika fraktal pada kain batik Indonesia. Ternyata motif batik yang cantik dan geometris bisa dihasilkan dengan pola rumus matematis yang sangat erat kaitannya dengan sains. Batik dapat dimodelkan dan didesain ulang dengan formula ilmu matematika yang tentu saja dilakukan dengan menggunakan bantuan teknologi komputer. Inilah yang membuat batik menjadi seni indah yang juga saintifik. (Batik Fraktal: Keindahan Tradisional, Kompleksitas Modern)
Batik sudah memasuki babak baru dalam pembuatannya. Sekarang ini, ada software bernama “Jbatik”(“J” di “JBatik” berarti Java, yaitu dasar system operasi dalam penggunaan software ini). Pmebuatannya menggunakan rumus-rumus matematika fractal yang kemudian setelah diproses di software JBatik, akan menghasilkan motif batik diatas komputer. Setelah mendapatkan hasil motif, maka selanjutnya adalah pengaplikasian hasil motif batik ke kain, dengan cara tradisional (cap atau canting). Dalam hal ini, komputer, software dan kecerdasan brainware menjadi inti dalam mendesain batik. Sementara batik tradisional pada umumnya, pembuat seni batik mendesain langsung diatas kain menggunakan canting.
Dengan menggunakan komputer, software, dan kemampuan pendesain, pola batik diterjemahkan hingga dapat dimodifikasi dengan bantuan teknologi-teknologi hal ini dapat bersifat positif dikarenakan membuat batik menjadi beragam dalam motifnya. Dengan bantuan software ini, saat pembuatan desain batik, satu pola batik akan diterjemahkan dengan 3d di dalam komputer, lalu pola tersebut akan menjalar menjadi ribuan motif lainnya. Ketika pembuatan batik melalui komputer digabungkan dengan pembuatan batik dengan cara tradisional, maka hasilnya akan lah sebuah batik yang sangat unik, variatif juga kontemporer.
Inovasi dan kreatifitas merupakan dua hal yang sangat mahal harganya. Hal ini terlihat dalam batik fractal atau CFB (Computational Fractal Batik). Batik fractal atau CFB adalah konstruksi penggabungan dua hal yang sangat indah dan unik, yaitu tradisi batik Indonesia dan ilmu matematik yang dilakukan secara komputasional. Desain kriya yang lahir dari tangan pembatik ditiru dalam teknik komputasional melahirkan tak terbatasnya inovasi kreasi dari apa yang disebut sebagai Batik. Apabila dimasukkan rumus matematika, maka akan menjadikan ribuan baru yang berbeda-beda. Inilah inovasi. Batik fractal telah membuat inovasi baru, namun tetap tidak meninggalkan sakralnya tradisi batik Indonesia itu sendiri.
Tak lama setelah bermunculan informasi tentang batik Indonesia menjadi warisan dunia, batik fractal muncul dengan menghadirkan peningkatan kualitas serta menambah nilai jual batik itu sendiri di Indonesia. Batik fraktal merupakan pelengkap ragam hias motif-motif batik tradisional dan memberikan pilihan baru bagi pecinta batik Indonesia. Teknologi yang dating untuk membantu, diharapkan kedepannya akan dapat menghadirkan inovasi-inovasi baru, dan membuat batik menjadi lebih modern dan diminati. Bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di kancah internasional. . Dengan menyandingkan teknologi dan budaya tradisional, yaitu batik dapat tercipta suatu inovasi yang seharusnya memudahkan pengrajin batik dalam membuat batik yang menarik tanpa menghilangkan jatidiri batik itu sendiri. Seperti yang saya ucapkan berulang-ulang, batik fractal banyak memberikan beribu ragam motif batik. Dengan motif yang menarik, tentu batik fraktal memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang semakin bergaya hidup modern tetapi tidak ingin melupakan tradisi.

KESIMPULAN
Dengan menggunakan komputer, software, dan kemampuan pendesain, pola batik diterjemahkan hingga dapat dimodifikasi dengan bantuan teknologi-teknologi hal ini dapat bersifat positif dikarenakan membuat batik menjadi beragam dalam motifnya. Dengan bantuan software ini, saat pembuatan desain batik, satu pola batik akan diterjemahkan dengan 3d di dalam komputer, lalu pola tersebut akan menjalar menjadi ribuan motif lainnya. Ketika pembuatan batik melalui komputer digabungkan dengan pembuatan batik dengan cara tradisional, maka hasilnya akan lah sebuah batik yang sangat unik, variatif juga kontemporer.
Dengan menyandingkan teknologi dan budaya tradisional, yaitu batik dapat tercipta suatu inovasi yang seharusnya memudahkan pengrajin batik dalam membuat batik yang menarik tanpa menghilangkan jatidiri batik itu sendiri. Seperti yang saya ucapkan berulang-ulang, batik fractal banyak memberikan beribu ragam motif batik. Dengan motif yang menarik, tentu batik fraktal memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang semakin bergaya hidup modern tetapi tidak ingin melupakan tradisi.

SARAN
1. Bagi Industri Batik
  • Diharapkan melakukan evaluasi terhadap proses produksi baik dari segi peralatan dan kinerja proses pembuatan.
  • Melakukan promosi secara aktif sehingga batik lebih dikenal masyarakat luas.
2. Bagi Para Pengrajin Batik
  • Diharapkan selalu melakukan perbaikan kinerja sehingga mampu memproduksi batik yang berkualitas.
  • Lebih berinovasi membuat motif batik yang lebih menarik sehingga mampu menarik konsumen yang lebih banyak.
3. Bagi Pemerintah
  • Hendaknya pemerintah memberikan perhatian kepada Industri Batik sehingga industri batik ini mampu berkembang dan bersaing dengan Industri lainnya.
  • Memberikan perhatian dalam segi permodalan dan fasilitas yang memadai bagi para pembatik sehingga mampu memproduksi batik yang berkualitas dan mampu bersaing.

DAFTAR PUSTAKA
Nia Ulfia Krismawati, 2017. Sejarah Perkembangan Batik Modern Desa Sidomukti Tahun 2002-2015 Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
Maulvi Mohammad Ichsan, 2016. Penggunaan Teknologi Modernisasi dalam Pembuatan Batik Beserta Dampak-dampaknya.
Asmito, 1988. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Dependikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan.
Yuliati Dewi, 2009. Mengungkap sejarah dan motif batik Semarangan. Semarang : Universitas Diponegoro Semarang.
Dofa, A. A. 1996. Batik Indonesia .Jakarta: PT Golden Terayon Press.
Goenadi, D. 2013. Batik Indonesia. Bandung: CV. Teman Belajar.
Hamidin, A. S. 2010. Batik Warisan Budaya Asli Indonesia.Yogyakarta: Narasi.
Hamzuri. 1989. Batik Klasik. Jakarta: Djambatan.
Karmila, M. 2010. Ragam Kain Tradisional Nusantara (Makna, Simbol, dan Fungsi). Jakarta: Bee Media Indonesia.
Kusumawardhani, R. 2012. How To Wear: Bagaimana Mengenal Batik, Memilih, Merawat, dan Menyesuaikannya dengan Tubuh dan Warna Kulit. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Postingan populer dari blog ini

JR 203 Series

  JR 203 SERIES      Kereta rel listrik JR East seri 203 (国鉄203系電車 Kokutetsu 203-kei densha) adalah KRL yang diperkenalkan sejak tahun 1982 oleh Japanese National Railways (JNR) dan pasca privatisasi, KRL JR 203 ini dioperasikan oleh East Japan Railway Company . KRL ini beroperasi di berbagai jalur yang ada di Jepang, tepatnya di jalur Joban Line dan terusannya yaitu Tokyo Metro Chiyoda Line, tetapi KRL ini tidak beroperasi di jalur terusannya lagi yaitu Odakyu Odawara Line karena ketidakcocokan sistem keamanan dan sistem keselamatan, dan kini beroperasi di lintas Jabodetabek.      KRL ini dihibahkan oleh East Japan Railway Company (JR East) karena sudah tidak dioperasikan lagi dan tugasnya di Jepang telah digantikan oleh JR East E233-2000 di lintas Joban Line, dan merupakan KRL hibah kedua di Indonesia setelah Toei seri 6000.      KRL seri 203 didatangkan oleh PT KAI Commuter Jabodetabek pada bulan Juli 2011 sebanyak 5 rangkaian (MaTo 51F, 52F, 66F, 68F, 69F) dikirim ke Indonesia s

JR 103 Series

JR 103 SERIES      Kereta rel listrik JR seri 103 (国鉄103系電車 Kokutetsu 103-kei densha) adalah kereta rel listrik buatan Jepang pada tahun 1964 yang pernah beroperasi hampir di seluruh lintas di Jepang dan pernah menjadi KRL dengan populasi terbanyak di Jepang, dan masih merupakan rekor selama ini. KRL ini berteknologi Rheostat .      KRL ini adalah  kereta rel listrik  buatan Jepang tahun 1964 yang beroperasi di lintas  Jabodetabek . KRL ini pernah menjadi KRL dengan populasi terbanyak di Jepang, dan masih merupakan rekor selama ini. KRL ini berteknologi rheostat, yaitu teknologi yang saat itu masih umum, karena belum ada teknologi Chopper maupun Variable Voltage Variable Frequency , dengan thryristor Gate Turn-Off (VVVF-GTO) maupun Insulated Gate Bipolar Transistor (VVVF-IGBT). Walaupun demikian, teknologi resistor control telah ada pada saat itu.  Pada awalnya KRL ini tidak ber-AC, sama seperti KRL lainnya di Jepang pada saat itu, tetapi sejak tahun 1988, AC pun mulai dipasang un

HAK MEREK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Perkembangan teknologi seiring berjalannya waktu selalu menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk sebelumnya yang memiliki kualitas berbeda-beda. Saat produk tersebut ingin dikenalkan dan dijual ke konsumen, maka perusahaan membutuhkan merek. Menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 diberikan suatu definisi tentang merek yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain di dalam pasar, baik untuk barang/jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Fungsi merek tidak hanya sekedar untuk membedakan suatu produk dengan produk lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk merek-merek