Langsung ke konten utama

HAK KEKAYAAN

BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

    Setiap ide-ide yang cemerlang dan kreatif  yang  tercipta dari seseorang atau sekelompok orang sebagai bentuk dari kemampuan intelektual manusia  yang berguna dan memberi dampak baik dari berbagai aspek perlu di akui dan perlu dilindungi, agar ide-ide cemerlang dan kreatif yang telah diciptakan tidak diklaim atau di bajak oleh pihak lain. Untuk itu diperlukan wadah yang dapat membantu dan menaungi ide-ide cemerlang dan kreatif tersebut. Untuk tingkat internasional organisasi yang mewadahi bidang HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) adalah WIPO (World Intellectual Property Organization).
    Di Indonesia sendiri untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa, maka dirasakan perlunya perlindungan hukum terhadap hak cipta. Perlindungan hukum tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
    Di Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang nomor 6 tahun 1982 tentang hak cipta, dan telah melalui beberapa perubahan dan telah diundangkan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan. Tidak hanya karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi tentang penggabungan antara unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri) serta tanda yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa (merek) juga perlu diakui dan dilindungi dibawah perlindungan hukum. Dengan kata lain Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) perlu didokumentasikan agar kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah.

B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka secara umum rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Apa yang dimaksud dengan HaKI?
  2. Apa saja ruang lingkup HaKI?
  3. Apa pengertian dan landasan hukum dari hak cipta, hak paten, desain industri dan merek?
  4. Bagaimana sifat dan dasar hukum HaKI?
  5. Mengapa HaKI itu penting?
  6. Bagaimana sejarah perkembangan perlindungan HaKI di Indonesia?

C.  Tujuan Penulisan

Tujuan dalam pembahasan makalah ini, yang berjudul “HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL” berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain:
  1. Untuk mengetahui pengertian HaKI.
  2. Untuk mengetahui ruang lingkup HaKI.
  3. Untuk mengetahui pengertian dan landasan hukum hak cipta, hak paten, desain industri dan merek.
  4. Untuk mengetahui sifat dan dasar hukum HaKI.
  5. Untuk mengetahui pentingnya HaKI.
  6. Untuk mengetahui sejarah perkembangan perlindungan HaKI di Indonesia.

D.  Manfaat Penulisan

    Selain tujuan daripada penulisan makalah, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah khazanah keilmuan terutama di bidang hukum terutama hukum Bisnis dan semoga keberadaan hukum ini dapat memberi masukan bagi semua pihak.

E.  Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yang berorientasi pada buku-buku Hukum Bisnis

BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)

    Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg terctat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut, dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
    Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian di adopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian di kenal dengan nama World Intellectual Property Organization (WIPO). WIPO kemudian menjadi bahan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001 WIPO telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia.
    Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa HaKI atau HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kretif suatu kemampuan daya berpikir manusia yang mengepresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang khidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis yang melindungi karya-karya intelektual manusia tersebut.
Sistem HaKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
    Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

B.  Ruang Lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)

Pada prinsipnya HaKI dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1.    Hak Cipta (Copyrights)
  • Sejarah Hak Cipta
Pada jaman dahulu tahun 600 SM, seseorang dari Yunani bernama Peh Riad menemukan 2 tanda baca yaitu titik (.) dan koma (,). Anaknya bernama Apullus menjadi pewarisnya dan pindah ke Romawi. Pemerintah Romawi memberikan Pengakuan, Perlindungan dan Jaminan terhadap karya cipta ayahnya itu. Untuk setiap penggunaan, penggandaan dan pengumuman atas penemuan Peh Riad itu, Apullus memperoleh penghargaan dan jaminan sebagai pencerminan pengakuan hak tersebut. Apullus ternyata orang yang bijaksana, dia tidak menggunakan seluruh honorarium yang diterimany. Honor titik (.) digunakan untuk keperluan sendiri sebagai ahli waris, sedangkan honor koma (,) dikembalikan ke pemerintah Romawi sebagai tanda terima kasih atas penghargaan dan pengakuan terhadap hak cipta tersebut.
  • Pengertian Hak Cipta
Ø Pengertian hak cipta menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002: Hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyakciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Ø Pengertian hak cipta menurut Pasal 2 UUHC: Hak cipta adalah hak khusus bagi penciptamaupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk iti dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat di baca, didengar atau dilihat orang lain.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk pengalihwujudan secara permanen atau temporer.
  • Kedudukan Hak Cipta
Mengenai kedudukan hak cipta, sudah pula ditetapkan oleh UUHC, bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat 1). Sebagai benda Bergerak, hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
·      Pewarisan
·      Hibah
·      Wasiat
·      Dijadikan milik negara
·      Perjanjian
Khusus mengenai perjanjian, Pasal 3 ayat 2 menyaratkan harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut di dalam akta tersebut. Pentingnya akta perjanjian itu adalah tidak lain dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian peralihan hak cipta apabila terjadi persengketaan di kemudian hari.

  • Ciptaan yang dilindungi
UUHC menganut sistem terbatas dalam melindungi karya cipta seseorang. Perlindungan ciptaan hanya diberikan dalam bidang ilmu pengetahun, seni dan sastra. Untuk itu Pasal 11 ayat 1 merinci ketiga bidang tersebut meliputi:
·      Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya.
·      Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya.
·      Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangn, pantomim dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman radio.
·      Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi.
·      Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, dan kaligrafi yang perlindungnnya diatur dalam Pasal 10 ayat 2.
·      Seni batik, arsitektur, peta, sinematografi, dan fotografi.
·      Program komputer, terjemahan, tafsir, saduran, dan penyusunan bunga rampai.
    Selain itu UUHC juga melindungi karya melindungi karya seseorang yang berupa pengolahan lebih lanjut daripada ciptaan aslinya, sebab bentuk pengolahan ini dipandang merupakan suatu ciptan baru dan tersendiri, yang sudah lain dari ciptaan aslinya. Tidak ada hak cipta untuk karya sebagai berikut:
·    Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara.
·    Peraturan perundang-undangan.
·    Putusan pengadilan dan penetapan hakim.
·    Pidato kenegaraan pidato pejabat pemerintah.
·    Keputusan badan Arbitrase (lembaga seperti pengadilan tetapi khususnya di dalam bidang perdagangan).
  • Masa Berlakunya Hak Cipta
Dalam mengtur jangka waktu berlakunya hak cipta, UUHC tidak menyaratkan melainkan membeda-bedakan. Perbedaan itu dikelompokkan sebagai berikut:
a.    Kelompok I (Bersifat Orisinal)
Untuk karya cipta yang sifatnya asli atau orisinal, perlindungan hukumnya berlaku selama hidup pencipta dan terus berlanjut sampai dengan 50 tahun setelah pencipta meninggal. Mengenai alasan penetapan jangka waktu berlakunya hak cipta orisinal yang demikian lama itu, undang-undang tidak memberikan penjelasan. Karya cipta ini meliputi:
·      Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya.
·      Ciptaan tari (koreografi).
·      Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung dan seni batik.
·      Ciptan lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
b.    Kelompok II (Bersifat Derivatip)
Perlindungan hukum atas karya cipta yang bersifat tiruan (derivatip) berlaku selama 50 tahun, yang meliputi hak cipta sebgai berikut:
·      Karya pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantomim dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman radio.
·      Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya.
·      Peta
·      Karya sinematografi, karya rekaman suara atau bunyi, terjemahan dan tafsir.
c.    Kelompok III (Pengaruh Waktu)
Terhadap karya cipta yang aktulitasnya tidak begitu tahan, perlindungan hukumnya berlaku selama 25 tahun meliputi hak cipta atas ciptaan:
·      Karya fotografi.
·      Program komputer atau komputer program.
·      Saduran dan penyusunan bunga rampai.
  • Pendaftaran Hak Cipta
     Ciptaan tidak kalah pentingnya dengan benda-benda lain seperti tanah, kendaraan bermotor, kapal, merek yang memerlukan pendaftaran. Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Maksud dari pendaftaran itu sendiri adalah hanya semata-mata mengejar kebenaran prosedur formal saja, tetapi juga mempunyai tujuan untuk mendapatkan pengukuhan hak cipta dan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut.Pendaftaran hak cipta yaitu di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
     Sifat pendaftaran ciptaan adalah bersifat kebolehan (fakultatip). Artinya  orang boleh juga tidak mendaftarkan. Apabila tidak mendaftarkan, tidak ada sanksi hukumnya. Dengan sifat demikian, memang UUHC memberikan kebebasan masyarakat untuk melakukan pendaftaran.
  • Hak dan Wewenang Menuntut
       Penyerahan Hak Cipta atas seluruh ciptaan ke pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli waris untuk menuntut seseorang yang tanpa persetujuannya:
·    Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu.
·    Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya.
·    Mengganti atau mengubah judul ciptaan.
·    Mengubah isi ciptaan.

2.      Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights)
Hak kekayaan industri meliputi:
  • Paten (Patent)
     Paten merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
  • Merk (Trademark)
     Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersbut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

  • Rancangan (Industrial Design)
     Rancangan dapat berupa rancangan produk industri, rancangan industri. Rancangan industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
  • Rahasia Dagang (Trade Secret)
     Informasi rahasia dagang adalah informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiannya oleh pemiliknya.
  • Indikasi Geografi (Geographical Indications)
     Indikasi geografi adalah tanda yang menunjukkan asal suatu barang yang karena faktor geografis (faktor alam atau faktor manusia dan kombinasi dari keduanya telah memberikan ciri dari kualitas tertentu dari barang yang dihasilkan).
  • Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit)
Denah rangkaian yaitu peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari rangkaian komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampuan mengolah masukan arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, serta prameter fisik lainnya.
  • Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
     Perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman dan atau pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama kurun waktu tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.

C.  Pengertian dan Dasar Hukum dari Hak Cipta, Paten (Patent), Desain Industri (Industrial Design) dan Merek (Trademark)
1.    Hak Cipta
Hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penaungan gagasan atau informasi tertentu. Dalam undang-undang hak cipta adalah hak eksklusif pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan- pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 butir 1)
Dasar hukum Hak Cipta: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2.    Hak Paten
Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri untuk ivensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Dasar hukum Hak Paten: Undang-Undang No 14 tahun 2001 tentang Hak Paten.
3.    Desain Industri
Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu barang komoditas atau kerajinan tangan.
Dasar hukum: Undang-Undang No 13 tahun 2000 tentang Desain Industri.
4.    Hak Merek
Hak eksklusif  yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum merek dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Dasar hukum hak merek: Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang Merek.

D.  Sifat dan Dasar Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Hukum yang mengatur HaKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HaKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HaKI yang dilindungi di Indonesia adalah HaKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.
Dasar Hukum HaKI antara lain:
1)   Perjanjian Internasional
a.       Berne Convention 1883 – Hak Cipta
b.      Paris Convention 1886 – Paten, Merek, Desain Industri
c.       Perjanjian TRIPs (agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) – WTO 1994
d.      Dan Konvensi lainnya yang berkaitan dengan Teknis antara lain: WCT, WPPT,  Madrid Protokol, PCT.
2)   Undang-Undang Nasional
a.       UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
b.      UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri
c.       UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
d.      UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten
e.       UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek
f.       UU no. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

E.  Pentingnya Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Memperbincangkan masalah HaKI bukanlah masalah perlindungan hukum semata. HaKI juga erat dengan alih teknologi, pembangunan ekonomi, dan martabat bangsa. Secara umum disepakati bahwa Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Dalam hasil kajian World Intellectual Property Organization (WIPO) dinyatakan pula  bahwa HaKI memperkaya kehidupan seseorang, masa depan suatu bangsa secara material, budaya, dan sosial.
Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HaKI yang baik, yaitu meningkatkan posisi perdagangan dan investasi, mengembangkan teknologi,  mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional,  dapat membantu komersialisasi dari suatu invensi (temuan),  dapat mengembangkan sosial budaya, dan  dapat menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor. Oleh karena itu, pengembangan sistem HaKI nasional sebaiknya tidak hanya melalui pendekatan hukum (legal approach) tetapi juga teknologi dan bisnis (business and technological approach) dan  sistem perlindungan yang baik terhadap HaKI dapat menunjang pembangunan ekonomi masyarakat yang menerapkan sistem tersebut.

F.   Sejarah Perkembangan Perlindungan HaKI di Indonesia
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HaKI pada tahun 1844. Selanjutnya, pemerintah Belanda mengundangkan Undang-Undang Merek tahun 1885, Undang-Undang Paten tahun 1910, dan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggotaMadrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HaKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan diOctrooiraad yang berada di Belanda
·      Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
·      Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No. 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan atau bajakan.
·      10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
·      Pada tanggal 12 April 1982 pemerintah mengesahkan UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
·      Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HaKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HaKI melalui keputusan No. 34 tahun 1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HaKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HaKI dan sosialisasi sistem HaKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
·      Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
·      Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
·      Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
·      Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
·      Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
·      Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HaKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
·      Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HaKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
·      Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
·      Pada tahun 2000 pula disahkan UU No. 29 tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
Dengan demikian, perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HaKI di Indonesia sampai saat ini sudah lengkap. Namun, hal tersebut masih  belum banyak diketahui oleh masyarakat. Hal ini dihadapkan pula  pada masih rendahnya  tingkat  pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang HaKI.  Oleh karena itu, tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang HaKI perlu terus menerus ditingkatkan melalui  berbagai kegiatan sosialisasi kepada masyarakat. Adanya pemahaman maka terhadap  HaKI maka  para warga masyarakat  akan   menghargai karya-karya yang dilindungi oleh hukum hak kekayaan intelektual. Selain itu,  anggota masyarakat berkreasi untuk menghasilkan karya yang dapat dilindungi oleh hak kekayaan intelektual.

G. Analisis Kasus
Dikaitkan dengan kasus yang ada suatu merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan pemohon yang beritikat tidak baik dan pemohon ada niat dan sengaja untuk meniru, membonceng atau menjiplak ketenaran merek lain demi kepentingan usahanya yang mengakibatkan menimbulkan kerugian pihak lain atau menyesatkan konsumen. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan. Permohonan yaitu permintaan pendaftaran merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
Pendaftaran suatu merek berfungsi sebagai berikut:
a)      Untuk barang bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang terdaftar,
b)      Dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh permohonan lain untuk barang atau jasa sejenis,
c)      Dan untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang atau jasa sejenis.
Syarat dan Tata cara Permohonan Pendaftaran Merek menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek terdapat pada pasal 7 yaitu:
1.      Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan:
o Tanggal, bulan, dan tahun;
o Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
o Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
o Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
o Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
2.      Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3.      Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
4.      Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
5.      Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
6.      Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
7.      Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8.      Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9.      Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Di dalam kasus “LOTTO” ini, “LOTTO” Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor pendaftaran merek dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan pendaftaran No. 137430, yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdapat kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura mengajukan permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO” milik Hadi Darsono (Tergugat I), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek (Tergugat II) karena telah lalai memberikan nomor pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda usaha barangnya setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dapat dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik dalam tulisan ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal didunia internasional.
Dalam kasus ini Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di bidang perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.
Setelah memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian bahwa judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961. Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.
Sehingga putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang intinya sebagai berikut :
·       Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
·       Merek “LOTTO” secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
·       Merek “LOTTO”, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.
·       Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.

Dengan pertimbangan tersebut di atas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
a.    Mengadili:
b.    Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
c.    Mengadili Sendiri :
o   Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
o   Menyatakan Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO” dan oleh karena itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.
o   Menyatakan bahwa merek “LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
o   Menyatakan pendaftaran merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I batal, dengan segala akibat hukumnya.
o   Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor registrasi 197824 dalam daftar umum.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Setiap karya-karya yang lahir dari buah pikir yang cemerlang yang berguna bagi manusia perlu di akui dan dilindungi. Untuk itu sistem HaKI diperlukan sebagai bentuk penghargaan atas hasil karya. Disamping itu sistem HaKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

B.  Saran
Ditinjau dari sudut perangkat perundang-undangan, Indonesia sudah mempunyai perangkat yang cukup di bidang HaKI. Namun pengetahuan tentang HaKI dan perangkat perundang-undangan dimasyarakat dirasakan masih kurang dan perlu ditingkatkan, sehingga perlindungan HaKI betul-betul dapat ditegakkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adoe, Kaleb, 2010. HUKUM BISNIS. Kupang: Politeknik Negeri Kupang.
Simatupang, Richard, 1996. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.

Postingan populer dari blog ini

JR 203 Series

  JR 203 SERIES      Kereta rel listrik JR East seri 203 (国鉄203系電車 Kokutetsu 203-kei densha) adalah KRL yang diperkenalkan sejak tahun 1982 oleh Japanese National Railways (JNR) dan pasca privatisasi, KRL JR 203 ini dioperasikan oleh East Japan Railway Company . KRL ini beroperasi di berbagai jalur yang ada di Jepang, tepatnya di jalur Joban Line dan terusannya yaitu Tokyo Metro Chiyoda Line, tetapi KRL ini tidak beroperasi di jalur terusannya lagi yaitu Odakyu Odawara Line karena ketidakcocokan sistem keamanan dan sistem keselamatan, dan kini beroperasi di lintas Jabodetabek.      KRL ini dihibahkan oleh East Japan Railway Company (JR East) karena sudah tidak dioperasikan lagi dan tugasnya di Jepang telah digantikan oleh JR East E233-2000 di lintas Joban Line, dan merupakan KRL hibah kedua di Indonesia setelah Toei seri 6000.      KRL seri 203 didatangkan oleh PT KAI Commuter Jabodetabek pada bulan Juli 2011 sebanyak 5 rangkaian (MaTo 51F, 52F, 66F, 68F, 69F) dikirim ke Indonesia s

JR 103 Series

JR 103 SERIES      Kereta rel listrik JR seri 103 (国鉄103系電車 Kokutetsu 103-kei densha) adalah kereta rel listrik buatan Jepang pada tahun 1964 yang pernah beroperasi hampir di seluruh lintas di Jepang dan pernah menjadi KRL dengan populasi terbanyak di Jepang, dan masih merupakan rekor selama ini. KRL ini berteknologi Rheostat .      KRL ini adalah  kereta rel listrik  buatan Jepang tahun 1964 yang beroperasi di lintas  Jabodetabek . KRL ini pernah menjadi KRL dengan populasi terbanyak di Jepang, dan masih merupakan rekor selama ini. KRL ini berteknologi rheostat, yaitu teknologi yang saat itu masih umum, karena belum ada teknologi Chopper maupun Variable Voltage Variable Frequency , dengan thryristor Gate Turn-Off (VVVF-GTO) maupun Insulated Gate Bipolar Transistor (VVVF-IGBT). Walaupun demikian, teknologi resistor control telah ada pada saat itu.  Pada awalnya KRL ini tidak ber-AC, sama seperti KRL lainnya di Jepang pada saat itu, tetapi sejak tahun 1988, AC pun mulai dipasang un

HAK CIPTA

BAB I PENDAHULUAN A.  Latar Belakang      Hak Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau pemegangnya untuk memperbanyak atau menggandakan hasil karya ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya suatu ciptaan. Pencipta berhak pula atas manfaat ekonomi yang lahir dari ciptaannya tersebut, baik dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Pelanggaran Hak Cipta itu dihukum sebagaimana yang tercantum menurut Pasal 44 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 Junto (J.o) Pasal 72 undang-undang No. 19 Tahun 2000.      Harus diakui bahwa penyesuaian terhadap tuntutan masyarakat yang homogen menjadikan kreativitas para pencipta lagu menurun dari tahun ke tahun. Industri rekaman Indonesia dipenuhi dengan lagu-lagu bertema cinta, dengan lirik yang serupa dan melodi yang hampir sama. Ketika komunitas pencipta lagu terbawa arus industri seperti ini, kreativitas dan kualitas ciptaan lagu menjadi tidak penting. Bagi mereka, musik pop tidak lebih dari sekedar hiburan.      Seiring berjalannya waktu, t